BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Mustajabah
ijabah
artinya yang di kabulkan, sedangkan mustajabah (isim masdar) artinya
tempat-tempat yang di kabulkannya do’a-do’a. Allah menyediakan tempat-tempat
istimewa bagi hamba-hamba –Nya yang terletak di kota suci Mekkah dan Madinah.di
bawah ini akan di paparkan tiga tempat-tempat tersebut, di antaranya yaitu :
multazam, hajar aswad dan Roudha.
Teks
Matan dan Terjemah
1.
Multazam
عَنْ عَمْرِ بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ طُفْتُ مَعَ عَبْدِ
الله ِ فَلَمَّا جِئْنَا دُبَرَ الْكَعْبَةِ قُلْتُ أَلاَ تَتَعَوَّذُ. قَالَ
نَعُوذُ بِاللهِ مِنَ النَّارِ. ثُمَّ مَضَى حَتَى اسْتَلَمَ الْحَجَرَ وَأَقَامَ
بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْبَابِ فَوَضَعَ صَدْرَهُ وَوَجْهَهُ وَذِرَاعَيْهِ
وَكَفَّيْهِ هَكَذَا وَبَسَطَهُماَ بَسْطًا ثُمَّ قَالَ هَكَذَا رَآَيْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صلى الله عليه وسلم يَفْعَلُهُ.
Diriwayatkan
dari Amr bin Suaibdari ayahandanya, Beliaumengatakan, Aku sedang berthawaf
bersama Abdullah (Abdullah bin Umar). Ketika kami berada dibelakang Baitullah,
akan bertanya, “tidakah kamu memohon perlindungan?”Abdullah [un mengucapkan
“Kami berlindung kepada Allah dari panasnya siksaan api neraka.”setelah
selesai, Abdullah menyalami al-Hajar (Hajar Aswad) dan berdiri antara Hajar
aswad dan pintu Ka’bah, lalu merapatkan dada, muka, kedua siku, dan kedua
telapak tangan nya, “seperti inilah aku melihat Rasulullah SAW melakukannya.” (HR. Ibnu Majjah)
Hadist
ini juga di riwayatkan oleh : sunan Abu Daud dalam Bab multazam, hadis nomor
1623, juz 5.
1623- حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا
عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى بْنُ الصَّبَّاحِ عَنْ عَمْرِو بْنِ
شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
طُفْتُ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ فَلَمَّا جِئْنَا دُبُرَ
الْكَعْبَةِ قُلْتُ أَلَا تَتَعَوَّذُ قَالَ نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ النَّارِ ثُمَّ
مَضَى حَتَّى اسْتَلَمَ الْحَجَرَ وَأَقَامَ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْبَابِ
فَوَضَعَ صَدْرَهُ وَوَجْهَهُ وَذِرَاعَيْهِ وَكَفَّيْهِ هَكَذَا وَبَسَطَهُمَا
بَسْطًا ثُمَّ قَالَ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُ
Ayat Al-qur’an yang Terkait
uqèdur Ï%©!$# ã@t7ø)t spt/öqG9$# ô`tã ¾ÍnÏ$t7Ïã (#qàÿ÷ètur Ç`tã ÏN$t«Íh¡¡9$# ãNn=÷ètur $tB cqè=yèøÿs? ÇËÎÈ
25. Dan dialah yang menerima Taubat dari
hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu
kerjakan,[1]
Syarah Hadis
Multazam yang populer sekarang adalah kayu bagian bawah, pintu
ka’bah Al-Musyarrafah. Pada kayu itu terdapat lubang yang dalam dimana sebagian
orang sering memasukkan jarinya kedalam lubang itu dan bergantung di pintu
ka’bah. Pada bagian lantai bawah, ditempat yang menyertai hajar aswad terdapat
pula lubang yang dalam dan orang-orang menyebutnya lubang taubat. Anggapan dari
kalangan hijaz dan para jama’ah haji adalh bahwa orang yang hendak bertaubat
dari suatu dosa, harus mendatangi lubang itu dan menyatakan taubatnya.
Sedangkan Allah tidak pernah menetapkan tempat tertentu untuk menerima taubat
hamba-Nya. Sesungguhnya Dia akan menerima taubat itu dimanapun hamba Allah
berada.
Keberadaan multazam merupakan salah satu bukti kebesaran dan
keagungan Allah SWT sebagai Dzat Maha Pengampun terhadap umat Muhammad. Allah
menjajikan doa yang mustajab ditempat ini (multazam).Ibnu Abbas
meriwayatkan sebuah hadis tentang doa di depan multazam yang artinya:
“Saya mendengar Rasulullah telah bersabda, ‘Al-Mutazam itu tempat
dikabulkannya doa. Apa pun permintaan hamba ditempat ini pasti dikabulkan. Rasulullah
pernah merapatkan wajah (pipi), dada, dan pundak Beliau dengan posisi
terlentang di Multazam. Rasulullah selalau iltizim (dimultazam).
Berdoa kepada Allah. Didalam kitab Tahdib al-Tahdib, Imam Ibnu Hajar
al-Asqolani juga menceritakan bahwa nabi melakukan seperti yang
dilakukan oleh Ibnu Umar.[2]
Teks dan Matan Hadis
2.
Hajar Aswad
عن بن عمر : ان النبي صلى الله عليه وسلم حين د خل مكة استلم الأسود والر
كن اليما اني و لم يستلم غير هما من الأركان (رواه أحمد بن حنبل)
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar sesungguhnya Nabi SAW ketika memasuki Mekkah selalu menyalami
Hajar Aswad dan rukun yamani. Dari Rukun-rukun yang ada, beliau hanya menyalami
keduanya saja (Hajar Aswad dan Rukun Yamani). [3]
Hadis ini juga di riwayatkan oleh :
Musnad Ahmad, juz 13 ,hadist nomer 5990.
5990- حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ
حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ عَنْ عَطَاءٍ وَابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ وَعَنْ نَافِعٍ عَنِ
ابْنِ عُمَرَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ
دَخَلَ مَكَّةَ اسْتَلَمَ الْحَجَرَ الْأَسْوَدَ
وَالرُّكْنَ الْيَمَانِي وَلَمْ يَسْتَلِمْ غَيْرَهُمَا مِنْ الْأَرْكَانِ
Para ulama sepakat bahwa mencium atau melambaikan tangan ke hajar
aswad sunnah hukumnya karena nabi menganjurkan serta pernah melakukannya.
Banyak teks-teks hadits yang diriwayatkan para sahabat tentang cara mencium
hajar aswad sehingga menjadi salah satu hujjah atau dalil bahwa mencium hajar
aswad merupakan amalan sunnah yang disyariatkan oleh Rasulullah SAW.
Umar bin Khatab, salah seorang sahabat yang kuat fisiknya serta
gagah postur tubuhnya, pernah mengatakan, “saya tahu kamu (hajar aswad) hanya
sebuah batu yang tidak memberi manfaat dan mudharat. Seandainya Rasulullah
tidak menciummu maka aku tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari)
Apa yang dikatakan Umar bin Khatab merupakan pandangan secara
lafdiyah karena semua bentuk batu tidak akan memberi manfaat. Namun, apa yang
dilakukan Rasulullah terhadap hajar aswad merupakan wujud nyata bahwa hajar
aswad mempunyai nilai dan keistimewaan, baik secara syariat maupun
supranatural. Walaupun Umar bin Khatab mengatakan bahwa hajar aswad hanyalah
seduah batu yang tidak memberi manfaat dan mudharat, tetapi Dia menciumnya 3
kali.
Pernyataan Umar bin Khatab bahwa hajar aswad hanyalah sebuah batu
yang tidak memberi manfaat dan mudharat, dijawab oleh Ali bin Abi Thalib,
“tidak, wahai Amirul mu’minin, batu ini memberi mudharat dan manfaat.” Umar bin
Khatab pun bertanya “atas dasar apa?” Ali menjawab, “atas dasar kitab Allah
SWT.” Umar bertanya lagi, “Ayat kitab Allah yang mana?” Ali menjawab “Allah SWT
berfirman dalam Q.S. Al-A’Raf :172.
Ayat Al-qur’an yang terkait
Q.S.
Al-A’Raf : 172
øÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPy#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJÍhè öNèdypkôr&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ
172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?"
mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi".
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini
(keesaan Tuhan)",
Syarah Hadis
Hajar Aswad adalah rukun (sudut) Ka’bah di sebelah Timur. Pada
waktu Tawaf kita dianjurkan menyentuhnya, sebab Hajar Aswad mempunyai beberapa
kelebihan termasuk diantara tanda-tanda kebesaran Allah SWT, dengan
menyentuhnya Allah akan mengampuni dosa-dosa kita. Selain batu ini (Hajar
Aswad) tidak ada batu lain yang boleh dicium dan dibacakan tkbir atas-Nya oleh
manusia dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa Aisyah r.a. telah bertanya kepada
Rasulullah SAW mengenai dinding di sebelah Ka’bah. “Mengapa mereka tidak
memasukkannya ke dalam Baitullah?” Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kaum
mu kekurangan biaya” beliau bertanya, “lalu mengapa mengapa pintunya naik
keatas?” Rasulullah SAW menjawab “Kaum mu melakukan hal itu agar mereka dapat
memasukkan dan mencegah orang-orang yang mereka kehendaki. Seandainya kaum mu
tidak dekat dengan masa jahiliyah dimana aku khawatir hati mereka menolak, aku
akan memasukkan dinding itu kedalam Baitullah, dan akan aku letakkan pintunya
ke bumi.”[4]
Hajar Aswad berasal dari Yaqut surga. Ubay bin Kaab juga
menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda “para malaikat telah menurunkan
hajar aswad dari surga” (Al-Fakihy).Ibnu Abas mengatakan bahwa Hajar Aswad
merupakan yarnin (tangan kanan) Allah SWT di bumi dengan rukun itulah
Dia menyalami hamba-Nya sebagaimana salah seorang diantara kita bersalaman
dengan saudaranya. Menyentuh Hajar Aswad itu doanya akan dikabulkan seperti
yang diriwayatkan dari Ibnu Abas r.a “siapapun yang menyentuh rukun (Hajar
Aswad) ini, lalu berdoa, maka dikabulkan do’anya.” Kemudian seseorang berkata
kepadanya, “meskipun cepat?” Ibnu Abas menjawab, “meskipun secepat kilat
disiang hari.”
Perilaku Rasulullah dan para sahabat terhadap Hajar Aswad merupakan
tuntunan bagi umatnya agar memuliakan Hajar Aswad. Ucapan dan kelakuan Nabi
terhadap batu mulia itu menjadi syari’at. Wajib menirunya dan meyakini bahwa:
·
Hajar Aswad
berasal dari surga, menyalaminya ketika sedang tawaf, seperti yang dilakukan
oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
·
Mengusap Hajar
Aswad bisa menghapus dosa-sosa kecil. Rasulullah SAW pernah bersabda
“sesungguhnya mengusap Hajar Aswad bisa melebur dosa.”
·
Hajar Aswad
merupakan salah satu tempat mustajabah di Mekkah
·
Suatu saatpara
malaikat pernah beramai-ramai berdesak-desakan mengecup Hajar Aswad. Lalu, datang
malaikat Jibril di hadapan Rasulullah SAW. Dengan membawa tongkat berwarna
merah yang diatasnya penuh dengan debu. Rasulullah bertanya, “debu apa yang aku
lihat di tongkatmu ini wahai malaikat Jibril?” Jibril menjawab, “sesungguhnya,
Aku telah menziarahi Baitullah, sedang para malaikat bedesak-desakan pada Haja
Aswad. Debu yang Engkau lihat ini bekas dari sayap-sayap mereka
·
Sesungguhnya,
para malaikat yang berada di samping Hajar Aswad tak terhitung jumlahnya.
Setiap saat mereka mengamini orang-orang yang berdo’a.
Hajar Aswad dan Rukun Yamani adalah satu bagian yang tidak bisa
dipisahkan. Siapapun yang melaksanakan tawaf pasti melewati rukun yamani. Rukun
yamani terletak disebelah selatan arah yaman. Setiap orang yang sedang tawaf
bisa melihat kiswah Ka’bah yang terbuka di sudut selatan, itulah rukun
yamani.
Rukun yamani juga mempunyai keistimewaan dan salah satu tempat
Mustajabah. Tempat ini juga di jaga dua malaikat yang selalu mengamini
orang-orang yang berdo’a. Rukun yamani berbeda dengan Hajar Aswad karena Hajar
Aswad merupakan batu istimewa dari surga sedangkan rukun yamani adalah sudut
Ka’bah biasa. Para ulama berbeda pendapat tentang kesunnahan mencium rukun
yamani, mereka sepakat bahwa rukun yamani adalah salah satu fondasi ke dua
setelah Hajar Aswad di zaman Nabi Ibrahim dan Ismail a.s.
Keutamaan rukun yamani tidak jauh berbeda dengan lainnya karena
banyak terdapat teks-teks hadits nabi yang meriwayatkannya.[5]
Teks Matan dan Terjemah
3.
Al-Raudhah
أَبُوْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِىًّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله
عليه و سلم "مَابَيْنَ قَبْرِى وَمِنْبَرِى رَوْضَةً مِنْ رِيَاضِ الْجنَّةٍ
"
“ Diantara kuburanku (rumahnya) dan mimbarku
adalah taman dari pertamanan surga”. (HR.Ahmad).
Ayat
Al-qur’an yang terkait
Q.S.
At- Taubah : 108
w óOà)s? ÏmÏù #Yt/r& 4 îÉfó¡yJ©9 }§Åcé& n?tã 3uqø)G9$# ô`ÏB ÉA¨rr& BQöqt ,ymr& br& tPqà)s? ÏmÏù 4 ÏmÏù ×A%y`Í cq7Ïtä br& (#rã£gsÜtGt 4 ª!$#ur =Ïtä úïÌÎdg©ÜßJø9$# ÇÊÉÑÈ
108.
Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. sesungguh-
nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama
adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada
orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bersih.
Syarah Hadis
Di kota Madinah, ada Masjid yang sangat istimewa yang kita kenal
dengan Masjid Al-Nabawi. Masjid ini dibangun atas dasar iman dan takwa
sebagaimana keterangan Al-Qur’an AL-Taubah:108. Oleh karena itu, masjid ini
sangat besar, kokoh dan penuh nilai sejarah serta barokah. Masjid ini menjadi
tujuan setiap orang islam dari penjuru alam semesta. Datang ke masjid ini
sangat di anjurkan Nabi dan untuk memperoleh balasan pahala. Di dalam masjid,
terdapat taman surga yang di kenal dengan “al-roudah al-syarifah”. Tempat ini
di ibaratkan taman surga yang akan di dapati oleh setiap mukmin di surga-Nya
kelak. Tidak heran, jika setiap orang berebut agar bisa sholat di dalamnya.
Tempat ini terletak diantara mimbar Nabi SAW dan tempat peristirahatan terakhir
beliau. Sekarang tempat tersebut ditandai dengan karpet putih.[6]
Nabi Muhammad SAW telah tiada para pengikutnya tidak bisa melihat
indah wajahnya yang penuh dengan cahaya. Sudah banyak informasi yang dituturkan
para tetangga, kerabat serta sahabat bahwa menatap wajah Nabi sangat meneduhkan
hati. Saat ini, kita hanya bisa berusaha berziarah kepada baginda Nabi SAW .
agar memperoleh syafa’atnya. [7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sebagai umat islam,kita wajib hanya
memohon dan ber do’a kepada Allah SWT, dengan usaha dan sungguh-sungguh dalam
beribadah. Allah yang maha mendengar segala keluh kesah ciptaan-Nya. Allah akan
mengabulkan do’a-do’a hamba-Nya di mana pun tempat nya, tetapi Allah yang maha
pemurah telah menyediakan tempat-tempat istimewa dengan segala keajaiban dan
keagungannya yaitu di Makkah Al-Mukarromah dan Madinah Al-muwwaroh, di sanalah
tempat islam pertamakali di sebarkan, wahyu Allah yang pertamakali di turunkan
dan nabi besar kita Muhammad SAW di lahirkan kemudian beliau di makamkan.
Tempat-tempat yang di ijabahi Allah,
wajib di yakini bahwa tidak akan sia-sia bila bermunajat dan berdo’a di
tempat-tempat mustajabah, karena Hadist-hadist yang di sampaikan rosululloh dan
ayat-ayat al-qur’an yang menjelaskan tentang tempat-tempat tersebut sudah jelas
dan terbukti kebenarannya, maka sebagai hamba Allah kita harus selalu berdo’a
mendekatkan diri kepada Allah SWT di manapun berada.
Daftar pustaka
Adzim Irsyad,Abd.Madinah keajaiban dan Keagungan Kota
Nabi.Yogyakarta:A+plus Books,2009.
Adzim Irsyad,Abd.Makkah Keajaiban dan Keagungan Kota
Suci.Yogyakarta:A+plus Books,2009.
Atiq bin Ghaits al-Biladi,Khalil Ibrahim Mulla Khathir.Mukjizat
Mekkah dan Madinah.Yogyakarta:Pustaka albana,2011.
[1] Atiq bin
Ghaits al –Biladi Khalil Ibrahim Mulla Khatir, Mukjizat mekah dan Madinah, (yogyakarta
: Pustaka Albana,2011), hlm. 100
[2] Atiq bin
Ghaits al –Biladi Khalil Ibrahim Mulla Khatir, Mukjizat mekah dan Madinah, (yogyakarta
: Pustaka Albana,2011), hlm. 93.
[3] Abd
Adzim Irsad, Makkah Keajaiban dan Keagungan Kota Suci, (yogyakarta :
A+Plus Books, 2009),hlm. 89-90.
[4]Atiq bin
Ghaits al –Biladi Khalil Ibrahim Mulla Khatir, Mukjizat mekah dan Madinah, (yogyakarta
: Pustaka Albana,2011), hlm. 85.
[5] Abd
Adzim Irsad, Makkah Keajaiban dan Keagungan Kota Suci, (yogyakarta :
A+Plus Books, 2009),hlm. 89-90.
[6] Abd.
Adzim Irsad, Madinah Keajaiban dan
Keagungan Kota Nabi, (Yogyakarta : A+Plus Books, 2009), hlm.29-30.
[7] Abd.
Adzim Irsad, Madinah Keajaiban dan
Keagungan Kota Nabi, (Yogyakarta : A+Plus Books, 2009), hlm.30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar