BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Muhammad Syahrur seorang doktor dalam bidang teknik yang berasal dari
Syiria, setelah menekuni filsafat dan linguistik, ia mencoba mendalami studi
al-Qur’an. Meski demikian ia juga banyak menulis karya di bidang Keagamaan,
sosial dan politik.[1]
Usaha konkret yang dijalani Syahrur adalah sebuah dekontruksi sekaligus
rekontruksi terhadap terma-terma dan konsep keagamaan yang selama ini menjadi mainstreamdalam
dunia Islam. Sebagaimana yang Syahrur isyaratkan dalam bukunya, “al-Kitab wa
al-Qur’an” titik tolak penelitiannya atas konsep-konsep agama Islam di
dasarkan atas pemilahan antara terma-terma yang selama ini dianggap atau
diyakini sinonim, sehingga memiliki kandungan pengertian yang sama. Menurut
Syahrur linguistik Arab tidak mengenal sinonimitas (la taraduf fi al-lisa
al-arabi), dengan demikian karena bahasa al-Qur’an menggunakan bahasa Arab,
untuk memahaminya harus mengikuti aturan ini.[2]
Sudah sangat terlihat bahwa Syahrur
termasuk dalam kategori kelompok yang menolak adanya sinonimitas dalam
bahasa, maka berdasarkan hal itu ia melakukan kritik terhadap kontruksi dan
metodologi keilmuwan klasik yang secara umum sudah tidak relevan lagi dengan
perkembangan realitas kontemporer dan cenderung menghegemoni umat Islam.[3]
Salah satunya yaitu dengan cara, ia menggunakan metode penafsiran Hermeneutika
yang akan dibahas dalam bab pembahasan di bawah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Muhammad Syahrur
Muhammad Syahrur lahir di Damaskus pada
tanggal 11 April 1938 ,ia menyelesaikan pendidikan menengahnya di lembaga
pendidikan ‘Abd al-Rahman al:Kawakibi yakni pada tahun 1957. Pada bulan Maret
1958 atas beasiswa pemerintah Syiria, ia pergi ke Moskwo, Uni Soviet untuk
belajar teknik dan berhasil diseleseikan pada tahun 1964 dengan meraih gelar
diploma teknik. Kemudian pada tahun 1965 Syahrur diangkat menjadi tenaga
pengajar di Fakultas Teknik Sipil Universitas Damaskus.
Selanjutnya pada tahun 1967 Syahrur melakukan
penelitian di Imperial College London dan terhenti oleh terputusnya hubungan
diplomatik Syiria-Inggris oleh karenanya meletusnya perang antara Israel dan
negara-negara Timur Tengah pada bulan Juli pada tahun yang sama. Pada tahun
1968 Syahrur dikirim kembali dari pihak Universitas Damaskus ke Universitas College,
Dublin Irlandia untuk melanjutkan studi pascasarjana dalam Spesialisasi Mekanika
Tanah dan Teknik Pondasi, ia meraih Gelar Master of science (M.Sc) pada tahun
1969 dan Gelar Philosophy Doctor (P.hd) pada tahun 1972. Dan ditahun yang sama
ia pulang ke Syiria dan kembali mengajar di Fakultas Teknik Sipil Universitas Damaskus untuk
bidang mekanika tanah dan geologi hingga sekarang. Pada tahun 1982 Syahrur juga
pernah di utus oleh Universitas Damaskus untuk menjadi tenaga ahli di al-Sa’ud
Consult, Arab Saudi hingga tahun 1983. [4]
Pada tahun 1984, Syahrur mulai menulis tema-tema
pokok dan pemikiran-pemikiran utama yang dideduksi dari ayat-ayat Mushaf
al-Kitab, sejak menemukan pecerahan dan gairah baru dalam menganalisa berbagai
konsep dalam al-Qur’an, setiap tahun pada musim panas di Damaskus Syahrur
menemui ja’far untuk berdiskusi tentang beragai pemikiran-pemikira dan ide-ide
baru. Diskusi Intensif ini terus berlanjut hingga tahun 1986.[5]
B. Karya-Karya Muhammad Syahrur
Walaupun Muhammad Syahrur dikenal memiliki
latar belakang teknik, Syahrur juga mendalami disiplin keilmuawan lainnya,
terutama berkaitan dengan keislaman. Di antara beberapa karya-karyanya yang
dapat pemakalah sebutkan yaitu:
1. Pada tahun 1990 al-kitab wa al-qur’an: Qira’ah Mu’asirah
2. Dirasat Islamiyah Mu’asirah Fi al-Daulah wa al-Mujtama’
3. Al-Iman wa Islam: Manzumat al-Qiyam,
4. Nahwa Usul Jadidiah lil Fiqh al-Islami: Fiqh al-Mar’ah.
5. Pada tahun 1999 ia menerbitkan sebuah booklet yang berjudul Masyru’
Misaq al-Amal al-Islami.
6. Artikel Syahrur versi bahasa Inggris
yang berjudulAppliying the Concept Of Limit to The Right of Muslim Woman ,
Divine Tekt And Pluralism In Muslim Societies,
Reading the Religius Tekt, The Book And The Al-Quran.[6]
C. Pemikiran-pemikiran Muhammad Syahrur
Sedikit banyak pemakalah akan mejelaskan
pemikiran Syahrur yang merujuk pada buku Muhammad Syahrur yang berjudul “al-Kitab
wa al-Qur’an Qira’ah Mu’asirah”. Syahrur menegaskan bahwa perlu dipahami
dalam bukunya (al-Kitab wa al-Qur’an Qira’ah Mu’asirah) adalah sebuah Qira’ah
Mu’asirah (pembacaan kontemporer) terhadap konsep Al-Zikr, bukan tafsir
atau sebuah buku fiqih. Qira’ah Mu’asirah merupakan proyek ambisius
metodologi Syahrur dalam rangka memahami al-Qur’an (khususnya aspek linguistiknya).
Hermeneutika al-qur’an Muhammad Syahrur memiliki tujuan ganda yaitu membebaskan
diri dari hegemoni masa lalu yang demikian menggurita dan pada saat yang sama
berupaya menjembatani jarak waktu antara masa al-qur’an diturunkan dan kondisi
obyektif “pengkonsumsi” pesan kitab suci yang hidup dalam ruang dan waktu yang
berlainan. Asumsi dasar metodologi Syahrur adalah juktaposisi antara akal,
wahyu dan realitas. Pendekatan yang di gunakan adalah perpaduan antara
pendekatan filosofis, linguitik an scientifik. Pada aspek linguistik Syahrur, metodologi
Syahrur bertumpu pada penolakan terhadap sinonimitas.[7]
Berdasarkan metode historis ilmiah sebagai
landasan analisis linguistik- khususnya tentang tidak adanya sinonimitas dalam
bahasa al-qur’an dalam kajiannya terhadap teks kitab suci, Syahrur memulai
analisinya terhadap beberapa kata penting dan pokok dalam kitab suci dimana
selama ini kata-kata atau istilah-istilah tersebut dianggap sinonim sehingga
terjadi pemahaman yang tidak sesuai dengan tujuan teks.
Prinsip-prinsip metodologis dan pendekatan
linguistik yang digunakan oleh Muhammad Syahrur yang dipaparkan oleh guru
linguistiknya Ja’far Dakk al-Bab dalam pegantar buku al-Kitab wa al-Qur’an
Qira’ah Mu’asirah bahwa secara garis besar dapat di katakan dalam mengkaji
ayat-ayat al-Qur’an Syahrur sangat dominan menggunakan pendekatan bahasa,
khususnya analisis sintagmatis dan paradigmatis. Dalam hal ini Syahrur
mengembangkan teori linguitik Abu Ali al-Farisi yang bepandangan bahwa setiap
kata memiliki nuansa makna yang spesifik, dan karenanya tidak ada sinonim dalam
bahasa.[8]
Adapun terkait dengan teori linguistik Abu Ali
al-Farisi, Ja’far Dakk memetekannya menjadi tiga prinsip, pertama, bahasa pada
dasarnya adalah sebentuk sistem. Kedua, bahasa merupakan fenomena sosial dan
strukturnya terkait dengan fungsi tranmisi pesan (komunikasi) yang melekat pada
bahasa tersebut. Ketiga, adanya kesesuaian antara bahasa dan pemikiran.[9]
Langkah-langkah yang digunakan Syahrur untuk
memahami al-Qur’an yang di sebutnya dengan Qawa’idu al-ta’wil yaitu
terdapat enam langkah:
Pertama, menjadikan linguistik Arab sebagai
pijakan utama.
Kedua, memahami perbedaan antara Inzal(kesadaran
manusia terhadap realitas)dan Tanzil(relasi antara realitas obyektif).
Ketiga, memberlakukan teknik al-Tartil yaitu
menggabungkan seluruh ayat yang memiliki pokok persoalan yang sama.
Keempat, terbebas dari jebakan al-ta’diyah,
prinsip ini berupaya menggabungkan ayat-ayat yang memiliki obyek pembahasan
yang sama menjadi rangkaian yang pemikiran utuh yang pada akhirnya tidak mugkin
di pilah-pilah lagi.
Kelima, memahami rahasia “mawaqi’ al-Nujum”
yaitu tempat potongan atau pemilahan antar ayat.
Keenam, melakukan pemeriksaan silang, langkah
ini didasarkan pada asumsi adanya pertentangan ayat-ayat al-Kitab baik
yang bernuansa ta’limat maupun tasyri’at.[10]
Kemudian dapat dicontohkan Syahrur
mengemukakan pemahaman baru terhadap pemaknaan istilah tartil Al-Qur’an.
Selama ini istilah tersebut di maknai dengan at-ta’annuq fi tilawatihi
yang berarti “memperindah bacaannya”. Zamakhsyari dalam Asas al-Balagha,
pada bab ra-ta-la menjelaskan bahwa ayat wa rattil Al-Qur’an tartila,
merupakan majas yang berarti “hendaklah seseorang memperindah bacaan Al-Qur’an
dan penulisaan huruf-hurufnya” (tarassala fi tilawatihi wa ahsana fi ta’lifi
hurufihi). Akan tetapi Syahrur bersandar pada akar kata ra-ta-la yang
berarti “menyusun dan mengaturnya” (nasaqahu wa nadhamahu).Syahrur
berpendapat bahwa tidak mungkin penggalan ke empat dari surat al Muzammil ini
difahami dengan arti memperindah bacaaannya. Karena ayat setelahnya (inna
sanulqi ‘alaika qaulan tsaqilan)
sama sekali tidak terkait dengan memperindah bacaaan. Alasannya
adalah bahwa karakter “sulit atau berat”
pada rangkaian qaulan tsaqilan tidak dimaksudkan sebagai kesulitan dalam
pengucapan, melainkan kesulitan memahami kandungan isi al Qur’an. Jika demikian
maka warattilil qur’ana tartiila harus dimaknai dalam konteks yang sama,
yaitu menyusun ayat-ayat al qur’an yang memiliki kesamaan tema dalam sebuah
rangkaian sehingga mudah memahami kandungannya.[11]
Daftar Pustaka
Ahmad Zaki Mubarrok,”Pendekatan Strukturalisme
Linguistik dalam Tafsir al-qur’an Kontemporer ala M.Syahrur”, eLSAQ Press :
Yogyakarta, 2007
Muhammad Syahrur, “Dirasat Islamiyah Mu’asirah
fi ad-Daulah wa al-Mujtama’ diterjemahkan oleh Saifuddin Zuhri Qudsi dkk, LkiS
: Yogyakarta 2003
Zuhri Muh.Toha, “Hermeneutika al-Qur’an
Muhammad Syahrur Tentang Asal-Usul Peradaban Manusia (Studi Kritis Dalam
Horison Relasi Sains dan Agama)”, Skripsi, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta,2005
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan penjelasan hermeneutika al-Qur’an
tersebut, dapat di katakan bahwa Muhammad Syahrur termasuk dalam kategori
hermeneutika al-Qur’an kontemporer, terlihat bahwa Syahrur menggunakan
dasar-dasar epistemologi hermeneutikanya secara sistematis yang sering di sebut
dengan “Qira’ah Mu’asirah”.
[1]Ahmad Zaki Mubarrok,”Pendekatan
Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-qur’an Kontemporer ala M.Syahrur”,
eLSAQ Press : Yogyakarta, 2007 hlm 4
[2]Ahmad
ZakiMubarrok,”PendekatanStrukturalismeLinguistikdalamTafsir
al-qur’anKontemporeralaM.Syahrur”, eLSAQ Press : Yogyakarta, 2007 hlm 5
[3]ZuhriMuh.Toha,
“Hermeneutika al-Qur’an Muhammad SyahrurTentangAsal-UsulPeradabanManusia
(StudiKritisDalamHorisonRelasiSainsdan Agama)”, Skripsi, FakultasUshuluddin,
UIN SunanKalijaga Yogyakarta,2005 hlm 55
[4]Zuhri Muh.Toha, “Hermeneutika al-Qur’an
Muhammad Syahrur Tentang Asal-Usul Peradaban Manusia (Studi Kritis Dalam
Horison Relasi Sains dan Agama)”, Skripsi, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta,2005 hlm 34-38
[5]Ahmad Zaki Mubarrok,”Pendekatan
Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-qur’an Kontemporer ala M.Syahrur”,
eLSAQ Press : Yogyakarta, 2007 hlm 141
[6]Ahmad Zaki Mubarrok,”Pendekatan
Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-qur’an Kontemporer ala M.Syahrur”,
eLSAQ Press : Yogyakarta, 2007 hlm 147-148
[7]Ahmad Zaki Mubarrok,”Pendekatan
Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-qur’an Kontemporer ala M.Syahrur”,
eLSAQ Press : Yogyakarta, 2007 hlm 154-156
[8]Ahmad Zaki Mubarrok,”Pendekatan
Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-qur’an Kontemporer ala M.Syahrur”,
eLSAQ Press : Yogyakarta, 2007 hlm 159
[9]Ahmad Zaki Mubarrok,”Pendekatan
Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-qur’an Kontemporer ala M.Syahrur”,
eLSAQ Press : Yogyakarta, 2007 hlm 162
[10]Ahmad Zaki Mubarrok,”Pendekatan
Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-qur’an Kontemporer ala M.Syahrur”,
eLSAQ Press : Yogyakarta, 2007 hlm 170-174
[11]Muhammad Syahrur, “Dirasat Islamiyah
Mu’asirah fi ad-Daulah wa al-Mujtama’diterjemahkan oleh Saifuddin Zuhri Qudsi
dkk, LkiS : Yogyakarta 2003, hlm xxi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar